Penebangan Hutan Tele Samosir Rusak Keseimbangan Lingkungan
Komisi VII DPR yang antara lain membidangi masalah lingkungan hidup mengunjungi Hutan Tele di Kabupaten Samosir, untuk melihat secara langsung kasus penebangan pohon di Hutan Tele yang dilakukan oleh PT. Gorga Duma Sari (PT.GDS), Jum'at (19/9).
Komisi VII menilai telah terjadi perusakan lingkungan di sekitar Danau Toba akibat penebangan pohon di Hutan Tele. “Penebangan pohon di Hutan Tele oleh GDS, ini merusak keseimbangan lingkungan hidup,” kata Ketua Komisi VII Milton Pakpahan (F-PD), saat memimpin Kunjungan Spesifik di Provinsi Sumatera Utara.
Menurutnya ada persoalan besar dari total konsesi 800 hektar dan sudah dilakukan penebangan dari 400 hektar Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), namun Komisi VII belum melihat adanya tindakan nyata dari tujuan utama melakukan konversi menjadi daerah perkebunan dan peternakan. “ Belum ada ke arah situ dari awal sehingga kita masih perlu melihat masterplan, bukan menebang secara cepat 170 hektar dalam satu tahun sejak 2013,” terang Milton.
Pasca penebangan yang dilakukan GDS belum ada tahapan berikutnya. Jadi setiap melakukan penebangan 10 hektar, sudah ada persiapan kebun. “Jadi dana yang dikumpulkan dari hasil kayu, memang di reinvestasi,” katanya.
Tindak lanjut yang dilakukan, Komisi VII akan menunggu proses Analisis Dampal Lingkungan (Amdal), salah satu yang dianggap telah terjadi pelanggaran Undang-Undang.
Patut diketahui, bahwa Kementerian Lingkungan Hidup telah menyegel kantor perusahaan PT Gorga Duma Sari, pemegang konsesi Hutan Tele, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu, sehingga tak dapat beroperasi untuk sementara. PT GDS terindikasi merusak lingkungan dengan membabat hutan seluas 200 hektar dari total konsesi 800 hektar. Sementara izin pengelolaan areal penggunaan lahan (APL) kepada PT GDS dikeluarkan oleh Bupati Samosir Mangindar Simbolon.
Penyegelan itu adalah buntut dari pelanggaran PT GDS termasuk menebang kayu di hutan yang berdekatan dengan hutan lindung Tele. Lokasi penebangan berjarak 8-10 kilometer dari bibir Danau Toba.
Lebih lanjut, Milton mengatakan masyarakat setempat memang perlu dilayani dan lapangan kerja. Lapangan kerja yang bukan hanya eksploitasi sumber daya alam, tetapi yang memiliki nilai tambah. “Mengkonversi lebih penting, masyarakat diberi modal yang cukup dan dengan model plasma dan lahan pun sudah ada.
Sehingga, kerjasama antara pemerintah dan perusahaan terlihat melakukan kegiatan positif dimata masyarakat pemerintah daerah. “Kegiatan tindak nyata terhadap rencana awal konversi kepada peternakan dan perkebunan yang sudah terlihat arahnya. Itu yang akan diharapkan.terjadi sirkulasi hutan tanaman produksi,” imbuhnya, selanjutnya, diharapkan persyaratan Amdal harus dipenuhi oleh PT.GDS tanpa negosiasi yang menyimpang dari aturan. (as)